Friday, May 25, 2018

Review: Sukses Kelola Manusia - Karena Manusia adalah Makhluk Sosial


Sering sekali kita mendengar bahwa manusia adalah makhluk sosial. Ungkapan ini pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles untuk membedakan manusia dan hewan, terkenal dengan istilah Zoon Politikon. Sejatinya, manusia memang ditakdirkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Prakteknya, tentu banyak benturan yang akan terjadi, mengingat keunikan setiap manusia. 

Nah, buku ini membuka pikiran saya tentang manusia dan semua yang terjadi di sekitarnya.

Judul buku : Sukses Kelola Manusia
Penulis : Eileen Rachman 
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 400 halaman
Harga : Rp. 78.400,- (bukabuku.com)

---

Saya pernah melakukan resensi terhadap buku ini sekilas di instagram beberapa hari lalu, untuk meramaikan hari buku nasional, namun tidak cukup rasanya. Banyak insight positif yang saya dapat dari dalamnya.

Sebagai praktisi sdm, baca buku terkait pengembangan manusia malah jarang. Haha. Soalnya, terkadang pengemasan bukunya terlalu banyak teori kaku, kurang praktis. Apapun juga, di dunia kerja pragmatis masih dicari. Sehingga ketika menemukan buku @eileenrachman ini bagaikan oase. Saya rutin mengikuti kolom beliau di @hariankompas, sehingga cukup familiar dengan cara bertutur beliau. Buku ini adalah kumpulan artikel pendek beliau di harian tersebut, namun dibuat dalam struktur seperti layaknya perjalanan hidup karyawan dalam satu organisasi. Dimulai dari diri sendiri, tim kerja hingga tiba di pucuk pimpinan. Buku yang cocok untuk mereka yang membutuhkan motivasi, menjaga spirit kerja atau bahkan menambah optimisme diri kemudian menyebarkannya kepada lingkungan. Culture is not developed. It is accumulated (p.114) ... #BincangHariBuku
Sebuah kiriman dibagikan oleh A S T I (@astiwisnu) pada


Sehingga sayang rasanya tidak saya ulas lebih lanjut buku yang membuka banyak hal tentang manusia ini. Walaupun ditulis oleh pakar sumber daya manusia (sdm) sekaligus pendiri salah satu konsultan sdm terbaik di Indonesia, Eileen Rachman, namun buku ini tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang bergelut di industri sdm. Insight utama yang ditawarkan penulis adalah memahami tingkah polah manusia dan bagaimana seseorang dapat memanfaatkannya untuk kesuksesan bersama.

Gaya penulisan yang dipakai adalah artikel pendek-pendek, wajar saja mengingat isinya diambil dari kolom tetap penulisnya di salah satu harian besar di Indonesia. Contoh gaya penulisan beliau bisa dilihat juga di sini. Keuntungan cara menulis model artikel membuat pembaca dapat memilih sendiri cerita mana yang akan dibaca lebih dulu. Judul setiap artikel juga memikat dan memancing rasa penasaran.

Are You Happy?

Artikel pertama dalam buku ini membuat saya tersentak. Pertanyaan sederhana namun susah sekali rasanya langsung mengeluarkan jawaban. Untuk seseorang yang tidak pernah kehabisan kata-kata dalam berbicara seperti saya, tentunya menjadi satu pertanyaan besar kenapa saya tidak langsung dapat menjawabnya. Mungkin karena bahagia itu sebenarnya mindset, bukan hasil, begitu saya pikir. Pertanyaan berikutnya jadi, apakah mindset saya bahagia? Karena itu yang menentukan seluruh hasil dari apa yang saya lakukan.

Kutipan menarik dari Martin Seligman, pakar psikologi positif, didapatkan dari buku ini (hal. 14)
it is not an easy task, but it is easily the most important one that we have in our lives. After all, what is the point of living if we are not happy?
Tulisan dari buku ini, karena memang ditulis dalam lingkup organisasi, memiliki alur yang cukup rapi. Dimulai dari cerita 'are you happy?' tadi yang berpusat pada diri sendiri, hingga berujung pada cerita tentang tipe pemimpin yang diharapkan. Pengalaman hidup yang beragam dimiliki penulis, sehingga membuat tulisannya menjadi kaya akan perpaduan teoretis dan pengalaman dari lapangan.

Beberapa tulisan menyentuh cara untuk memecahkan masalah, dimana kuncinya adalah memahami betul apa akar masalahnya, sebelum beranjak pada action plan. Teori sederhana untuk dapat diterapkan pada kehidupan pribadi juga sebenarnya. Sebutlah kita memiliki masalah yang pelik, sebelum bingung dengan pilihan-pilihan yang harus diambil sebagai jalan keluarnya, pahami dulu akar masalah. Pilihannya akan ketemu dengan sendirinya saat benang masalah terurai. Salah satu kuncinya adalah dengan bertanya. Untuk saya, seseorang yang masa kecilnya sering dipenuhi dengan kata-kata 'kamu nanya-nanya mulu sih' atau 'gitu aja kok ga tahu' setiap mengajukan pertanyaan, tentu ini hal yang cukup sulit. Tidak hanya saya sepertinya, banyak masyarakat Indonesia mengalami hal ini. Tidak heran apabila pada banyak meeting atau pelatihan, saat sesi pertanyaan diajukan, hanya terdapat hening yang mengemuka.

If I had one hour to save the world, I would spend fifty-five minutes defining the problem and only five minutes finding the solution
Einstein (hal. 126)

Banyak kutipan-kutipan bermakna lainnya yang saya dapat dari sini. Cukup baik untuk dipakai sebagai tambahan dalam pekerjaan saya, yang kadang harus memuat materi pelatihan, namun cukup cantik juga digunakan sebagai caption di media sosial. Sangat instagramable kalau kata anak jaman now.



Penulis mengajak pembaca melakukan refleksi diri pada setiap tulisannya, ini membuat saya sangat terhubung dengan buku ini. Bahasa yang digunakan sederhana, berbeda dengan kebanyakan buku terkait perilaku manusia lainnya di pasaran, sehingga mudah untuk saya menangkap langsung artinya dan mengaitkannya dengan hidup saya.

Artikel yang reflektif untuk saya misalnya pada tulisan berjudul 'Bebas Bertanggung Jawab' (hal. 173). Penulis memulai tulisan dengan mengutip penggalan lagu lama dari Indra & Mira Lesmana yang bercerita tentang keinginan hidup tanpa batasan, kemudian mengaitkannya dengan kemerdekaan Indonesia. Disini saya dihadapkan pada refleksi akan arti kebebasan yang ada saat ini, siapkah saya hidup di dalamnya dan bagaimana saya dapat memaksimalkannya. Misalnya saja dengan berkembangnya media sosial, membuat saya dapat posting apa saja yang saya suka namun timbal baliknya, saya harus siap juga dengan segala komentar-komentar yang akan muncul dari sana.

Tanpa kita sadari, kebebasan datang bersamaan dengan kesulitan membangun tatanan sosial di organisasi, perusahaan dan masyarakat.
(hal. 177)

Empat ratus halaman buku ini belum cukup rasanya untuk menangkap semua perilaku manusia, beserta dampaknya terhadap lingkungan. Saya sendiri sangat menikmati lahapan halaman demi halaman yang tersaji di dalamnya. Saya percaya demikian juga pembaca lainnya. 



Semoga review saya cukup membantu untuk mereka yang mencari referensi tentang perilaku manusia, atau sekedar ingin mendapatkan motivasi hidup. Apapun juga, sebagai manusia, kita tidak akan terlepas dengan interaksi dengan sesama manusia lainnya. Sehingga sampai kapanpun, cerita tentang manusia akan selalu relevan.


0 comments:

Post a Comment