Sunday, August 12, 2018

Suka Duka Menjadi Travel Writer di Zaman Now


Akhir pekan ini (11/08) cukup produktif untuk saya karena sempat menghadiri salah satu acara yang diadakan oleh The Jakarta Post Writing Center, atau biasa disingkat TJP. Bukan kali pertama saya ikut acara milik mereka, tahun lalu saya sempat mengikuti salah satu workshop mereka terkait Narrative Essay dan secara rutin, tiap tahun sejak 2017, saya hadir pada acara tahunan Writer's Series. 

Mengetahui mereka mengadakan sesi gratis terkait Travel Writing melalui laman instagram, tentu saya tidak menyia-nyiakan diri untuk mendaftar ya. Sempat ajak teman lagi, lumayan ada teman ngobrol. Walaupun kalau misalnya ga ada temen pun tetap saja jalan sih saya haha.
Wini yang beruntung menemani saya kemarin haha
The Jakarta Post Writing Center ini adalah bagian dari media nasional The Jakarta Post.
The Jakarta Post Writing Center is the continuing education and professional development division of The Jakarta Post media which specializes in English writing studies.
Tujuan dari TJP adalah menciptakan lebih banyak orang untuk membagikan cerita dalam bahasa Inggris. Banyak program yang dilakukan divisi pendidikan dan pengembangan milik Jakarta Post ini, terbagi menjadi lima bagian utama. Academia bertujuan untuk membantu peserta dalam membuat tulisan ilmiah, Corporate Training fokus pada kebutuhan spesifik dan bisa dimodifikasi oleh perusahaan,  Business and Communication berfokus pada cara efektif melakukan komunikasi bisnis, Personal Development berfokus mengeluarkan aspek terbaik dari diri dan terakhir, favorit saya, Creative Writing Workshop yang menggambarkan tujuan utama dari program TJP. 

Creative Writing Workshop (CWW) terdiri dari tiga jenis program di dalamnya; kelas akhir pekan, kelas pendek dan kelas satu hari. Kelas Travel Writing adalah bagian dari kelas akhir pekan, seperti program Narrative Essay yang saya ikuti tahun 2017 silam. Kelas ini berlangsung dalam waktu enam minggu, dengan satu sesi sepanjang empat jam per minggu. Setiap sesinya akan penuh dengan banyak diskusi menarik dan tentu saja tugas-tugas yang melimpah haha. Biaya workshop tahun 2018 ini masih sama seperti tahun lalu, 5,500,000 per orang. Ada diskon satu juta rupiah untuk mereka yang mengikuti sesi kali ini. Wini, teman saya sih kayanya tertarik. Nanti saya pinjam materi dia saja deh hihi.

Mia - koordinator TJP

Ninda - koordinator Creative Writing
Acara dimulai dengan dua sambutan dari koordinator divisi TJP dan program CWW, menjelaskan terkait TJP secara umum, dan CWW secara khusus. Tentunya sekalian promosi kelas Travel Writing yang akan mulai di bulan September besok. Pukul 14.30 narasumber utama acara siang hari itu muncul, Agustinus Wibowo. Ini kali kedua saya mengikuti seminar dengan narsum Agustinus, sebelumnya awal tahun ini, saya mengikuti kelas yang hampir sama di acara Gramedia Writers and Readers Forum (GWRF) bulan April lalu di Perpustakaan Nasional. Pada acara GWRF itu saya sangat terkesima dengan cara Agustinus membawakan materi, jelas terlihat semangat dan kecintaannya terhadap profesi yang ia geluti sejak tahun 2005 silam. Salah satu alasan lain saya bersemangat ikutan acara ini.

They said 1 photo worth 1000 words, but 1000 words is not enough to tell story. So that's why I became a writer
-Agustinus Wibowo

Agustinus Wibowo memulai karirnya sebagi fotografer perjalanan (travel photography) sebelum akhirnya beralih menjadi penulis. Cerita perjalanannya dimulai pada tahun 2005 ketika ia memulai petualangannya melalui perjalanan darat keliling Asia. Agustinus sempat terdampar selama tiga tahun di Afghanistan dan bertahan menjadi jurnalis foto. Sampai saat ini, ia telah menerbitkan tiga buku berbahasa Indonesia dan satu buku dalam bahasa Inggris. Tulisan-tulisan Agustinus dikenal dalam dan penuh kontemplasi, hal ini tentu sangat dipengaruhi dengan kemampuannya berbicara dengan penduduk setempat. Kepiawaiannya dalam menulis ini didukung kecintaannya pada bahasa. Saat ini selain Bahasa Inggris, Indonesia dan Mandarin, setidaknya ia menguasai tiga belas bahasa lainnya. Bahasa-bahasa ini dipelajarinya secara akademis dan otodidak. 

foto dari agustinuswibowo.com
Pada awal sesi, Agustinus mengajak peserta merumuskan terlebih dahulu apa itu travel writing dan apa bedanya dengan jenis tulisan lain. Satu hal spesial yang membedakan travel writing dengan jenis tulisan lain seperti esai, memoar, jurnalistik atau sejarah adalah fokusnya. Travel writing berfokus pada tempat. Melihat dari dua kata yang terbentuk, tentunya kegiatan ini terdiri dari dua aktivitas: travel dan writing. Aktivitas terakhir tentunya yang paling sulit dilakukan, menulis - mencari cerita untuk dituliskan.

gambar dari sini
Agustinus kemudian mengajak peserta mencari tahu alasan seseorang menuliskan pengalamannya berwisata. Hal ini tentu saja tidak lepas dari semakin mudahnya seseorang melakukan perjalanan wisata saat ini. Berbagai jawaban muncul dari mulai sekedar untuk mendokumentasikan perjalanan, berbagi kepada pembaca lain sampai pamer haha. Jujur banget deh yang jawab pamer. Dan memang tidak ada yang salah dari semua jawaban tersebut, apalagi di masa sekarang ketika sosial media tersebar di mana-mana, sehingga semua orang dapat dengan mudah berbagi cerita. Aktivitas ini tentu membuat semakin banyak orang yang menyebut dirinya 'travel writer' di luar sana. 

Berwisata di zaman now demikian mudah. Penerbangan dengan biaya rendah banyak tersedia, pilihan akomodasi semakin beragam,tidak hanya terbatas pada hotel dan hostel tapi juga berbagi ruangan. Situs rekomendasi yang berasal dari pengalaman nyata sesama wisatawan pun banyak tersedia, sehingga semakin banyak referensi yang dapat diperoleh. Semakin mudah juga untuk seseorang berbagi di laman daring, menceritakan semua pengalamannya berwisata. Mulai dari berbagi itineraries, biaya yang dihabiskan sepanjang perjalanan, tips dan trik terkait segala macam hal terkait perjalanan wisata sampai aspek-aspek terkecil lainnya. 
semua mitos ini tidak benar adanya
Bertebarannya semua informasi ini, serta gratis, di internet menjadikan semakin sempitnya ruang lingkup seorang 'travel writer' sejati. Memuat satu tulisan di laman daring sudah membuat siapapun dapat menyebut dirinya sebagai penulis perjalanan. Hal ini tidak salah, mengingat profesi travel writer tidak memerlukan latar belakang pendidikan tertentu atau sertifikat keahlian khusus yang perlu diraih. Semua orang dapat menjadi travel writer

Semua fakta yang diungkapkan Agustinus ini menyadarkan peserta terkait fakta semakin sulitnya menjalani profesi ini. Melihat tidak benarnya semua mitos menyenangkan yang kerap dikaitkan dengan profesi ini semakin menguatkan hal itu. Bukan kesempatan menjadi menjadi travel writer tertutup, namun kualifikasinya menjadi semakin sulit. Saat ini pembaca (dan juga editor), membutuhkan tulisan yang mampu menunjukkan perspektif berbeda dari satu lokasi tertentu. Ribuan, bahkan mungkin jutaan orang telah berkunjung ke satu tempat yang sama, karena jujur tidak ada lagi tempat di muka bumi ini yang belum pernah dijelajahi manusia. Cerita yang unik dengan pendekatan yang berbeda akan mencuri perhatian.

Sebutlah Menara Eiffel, Taj Mahal atau Candi Borobudur. Jutaan orang telah singgah di lokasi-lokasi ikonik tersebut, dari berbagai latar belakang dan budaya. Mampukah kita mengeluarkan cerita yang berbeda dari yang telah ada? Adakah sudut yang belum terjamah dan diceritakan ke dunia luar? Apa keistimewaan kita sebagai penulis yang mampu membuat cerita terasa berbeda dari penulis lainnya?


Agustinus menyarankan satu tip untuk semua orang yang ingin menjadi travel writer, banyaklah bertanya. Pergilah dalam satu perjalanan layaknya seorang detektif yang memiliki misi untuk diselesaikan. Tetapkanlah tujuan perjalanan ini di awal. Tentukan sudut apa yang ingin dicapai; apakah sisi sejarah, aspek kuliner atau kehidupan sosial di sekitar satu tempat. Tajamkan seluruh indra dalam diri kita untuk mendapatkan pengalaman yang sebenar-benarnya. Lihat dari sudut pandang yang berbeda. 
Deliver the places as if the readers experience itself
Travel writer adalah bagian dari jenis tulisan non-fiksi kreatif.  Nonfiksi kreatif memadukan aspek menghibur dari tulisan fiksi, namun tidak melupakan fakta nyata dari sebuah tulisan nonfiksi. Tantangannya tentu saja mengemas semua fakta ini menjadi tulisan yang tidak hanya memberikan pengalaman baru pada pembaca, membuat mereka ikut merasakan perjalanan tersebut, namun juga menghibur pembaca.


Mulailah menulis dengan melakukan empat hal berikut:
  • Menentukan tema - tema besar tulisan kita dalam satu kata
  • Membuat premis - kesimpulan cerita yang ditulis dalam satu kalimat
  • Melakukan peta memori - mengumpulkan semua aspek yang terjadi dalam perjalanan yang dilakukan
  • Menyusun struktur - membuat rumusan alur dari tulisan yang dibuat

Satu hal penting yang tidak boleh dilupakan dalam menulis kisah perjalanan saat ini adalah aspek kontemplasi. Mengapa cerita ini perlu dibagikan kepada pembaca? Apa arti dari perjalanan tersebut untuk aku? Apa yang membuatnya spesial? Mengapa pembaca akan dapat menarik keuntungan dari kisah saya?

Setelah sekitar satu jam membawakan materi, Agustinus membuka sesi tanya jawab dengan diskusi yang menyenangkan dan terbuka. Saya sendiri sempat menanyakan terkait perlukah seorang penulis perjalanan memiliki keterampilan memotret atau mengedit video. Dengan jujur Agustinus menyatakan dua hal tersebut adalah kegiatan yang membutuhkan kemampuan dan fokus yang berbeda. Media yang baik biasanya memiliki dana terpisah untuk penulis dan fotografer, dan mereka tidak harus bepergian bersama-sama. Namun tentunya dengan alasan efektivitas dan efisiensi saat ini, kedua tugas tersebut sering dilakukan oleh satu orang yang sama. Ini salah satu alasan mengapa banyak muncul tulisan-tulisan yang kurang dalam saat ini. Membagi konsentrasi antara menulis dan memotret itu sungguh melelahkan, tambahnya. 

Salah satu peserta yang mengaku penggemar berat Agustinus, sedang mengajukan pertanyaan
Pertanyaan lainnya seputar kendala dana sehingga tidak dapat bepergian jauh untuk menghasilkan cerita. Agustinus menjawab cerita perjalanan tidak musti jauh dan mahal. Ceritakan tentang berbagai macam tempat di sekitar kita, sekitar tempat tinggal kita, sudah lebih dari cukup. Selama kita melakukan perjalanan dengan baik, pasti akan tercermin dari kualitas tulisan kita. Terkadang kita lupa melihat sekitar dan fokus melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan cerita. Wah, tertohok sekali ini saya haha.

Jawaban Agustinus tentang profesi travel writer dapatkah diandalkan sebagai profesi utama ini paling ditunggu-tunggu semua peserta. Agustinus mengakui saat ini profesi utamanya adalah travel writer, tapi bukan hal mudah tentunya menjalani profesi ini sekarang. Tidak bisa lagi mengandalkan dengan hanya menulis untuk media tertentu, namun harus menulis buku dan memperbanyak menulis artikel. Namun lebih jauh dari sekedar pendapatan, travel writer yang baik harus mampu memaksimalkan kehidupannya.

sesi foto bersama yang ditunggu-tunggu
Tidak sabar menunggu sesi-sesi penuh inspirasi lainnya dari TJP, deh. Mereka menyebutkan sesi semacam ini adalah bagian dari kegiatan klub buku yang mereka miliki. Sehingga sangat mungkin sesi sejenis akan diadakan lagi secara teratur. 

Yuks, ikutan bareng kalau ada lagi ya?

6 comments:

  1. Wah mbak Asti ini acaranya keren bangettt deh, dengan narsum Agustinus Wibowo pula! Makasih ya aku baru tahu kalo JP punya writing center gini, langsung meluncurrr ke laman IG mereka. Aaah semoga nanti kesampen ikut workshop selanjutnya. Atau bisa ikut creative writing workshop bareng mbak Asti :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin mbaaa, semoga bisa ikutan kelas mereka yaa.. JP juga punya book club, ada sesi ketemu rutin ternyata. Aku pun belum pernah datang tapi pengen banget coba datang nanti. Siapa tahu bisa janjian yaa nanti hehe

      Delete
  2. Wah beruntung banget Asti bisa ikut acara ini. Aku pun pernah terpesona banget sama Agustinus Wibowo waktu belajar di kelasnya Bang Ahmad Fuadi. He is the real mastah lah. Oleh-olehnya keren banget nih. Btw, blogmu manis banget. Suka lihatnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahhh nuhun Mba.. aku lihat blog Mba Shanty malah kepikir mau niru, smooth bersih gitu haha,,, Wahh udah ikutan kelasnya A.Fuadi ya.. duh pengeennn sekali ikut kelas beliau

      Delete
  3. Keren isi acaranya. Jadi pingin ikutan kelas kaya gitu. Terima kasih atas share-nya ya.

    ReplyDelete